.: Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang :.

Rabu, 01 Juli 2009

sebelum anak terlanjur cerdas

Alhamdulillah selagi googling nemu blog ini. Subhanallah bagus sekali artikel2 nya. Mudah-mudahan kita bisa mengambil faedahnya ya..Jazakallah khair yaa ustadzuna.

Abu Khaulah Zainal Abidin

Terlanjur cerdas ? Cerdas koq bisa terlanjur ? Bukankah setiap orang mendambakan anaknya cerdas ? Apalagi kata “terlanjur” konotasinya jelek . -suatu yang tidak diharapkan-, seperti; terlanjur basah, terlanjur jatuh, atau terlanjur menjadi bubur,

Anak cerdas, siapa tak mau ? Tetapi itu bukan segala-galanya. Terlebih kalau ia dijadikan dasar bagi segala pertimbangan, mengalahkan bekal-bekal hidup lainnya yang mutlak dimiliki setiap manusia. Apalagi jika yang dimaksud cerdas itu tak lebih dari sebentuk kemampuan menalar, memahami, dan menarik kesimpulan, atau sekedar mampu berpikir logis , menemukan dan memecahkan jawaban-jawaban matematis.

Bahkan sekalipun kecerdasan itu -juga- meliputi kemampuan mengenal dan mengelola perasaan diri, yang dengannya seseorang mampu memahami kemudian merespon orang lain melalui sikap dan tindakan. Sejenis potensi -yang menurut teori Emotional Quotient (EQ)-nya Goleman- berupa kecerdasan emosional, yang berfungsi mengimbangi kecerdasan intelektual !

Bahkan sekalipun kecerdasan itu -juga- berupa kemampuan memahami akan nilai-nilai dan makna kehidupan, menumbuhkan harapan-harapan serta keyakinan. Sejenis potensi -yang menurut teori Spiritual Quotient (SQ)-nya Danah Zohar dan Ian Marshall- berupa kecerdasan spiritual, yang berfungsi mengimbangi bahkan mengendalikan kecerdasan intelektual dan emosional sekaligus !



* Latih Mereka Menjadi Orang Yang Amanah

Sesungguhnya amanah dan sifat-sifat yang menyertainya, seperti jujur, menepati janji, dan tidak khianat merupakan dasar dari segala bentuk tanggung-jawab pada setiap pribadi -sebagai apapun dia-. Karena jujur dan bersifat amanah adalah awal dan modal dasar bagi seseorang di dalam hidup bermasyarakat. Untuk mengemban inilah ALLAH -Subhaanahu wa ta’alaa- menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi.

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْأِنْسَانُ

إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً (الأحزاب:72)

(Sesungguhnya, telah Kami kemukakan amanat kepada langit, bumi ,dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu, khawatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh) (Al Ahzab: 72)

Melalui ayat di atas, tampaklah bahwa Amanah -berupa keta’atan dan kejujuran- adalah sesuatu yang ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa bebankan kepada manusia, namun manusia menganggapnya sebagai suatu perkara yang sepele. Karena itu ALLAH Subhaanahu wa ta’alla mencap manusia sebagai makhluq yang zalim dan bodoh. Artinya, menyepelekan perkara amanah merupakan satu di antara bentuk kezaliman. Dan seorang yang tidak amanah hanya mungkin cerdas dalam pandangan manusia, namun tidak dalam pandangan ALLAH.

Maka apa jadinya kecerdasan itu jika tidak dibarengi dengan kejujuran dan sifat amanah. Bukankah kezaliman yang ditimbulkannya akan menjadi berlipat ganda dibanding apabila tak disertai kecerdasan. Dengan kepandaian berbicara serta mengelola mimik dan tingkah laku secara meyakinkan -sebagaimana pemain sandiwara-, si cerdas tadi mengelabui manusia, menciptakan berjuta alasan untuk mengingkari janji, dan mengkhianati kepercayaan manusia kepadanya. Semua itu dengan modal kecerdasan.

Maka hendaknya sejak dini pendidikan harus mengutamakan perkara ini. Arti jujur dan amanah sudah harus diperkenalkan sejak pertama kali anak bisa diberi sedikit pengertian, Segala upaya dan sarana yang dapat menanamkan kejujuran dan menumbuhkan sifat amanah harus diciptakan. Dan segala suasana dan sarana yang dapat menghantarkan kepada sifat-sifat bohong, mungkir, dan khianat harus dihilangkan dari segala media pendidikan.

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:

عن أبي هريرة، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:آية المنافق ثلاث: إذا حدث كذب، وإذا وعد أخلف،

وإذا اؤتمن خان. (البخاري)

Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- , dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabada: “Tanda kemunafiqan itu tiga. Jika bicara, dusta. Jika berjanji, ingkar. Jika diamanahi, khianat.” (HR; Al Bukhari)

Melalui Hadits di atas nampak bahwa dusta, ingkar janji, dan khianat berasal dari akar sifat yang sama, yakni munafiq..Karena itu, jika kita mengajari anak berdusta, mengingkari janji, dan mengkhianati amanah, artinya kita telah menanamkan sifat-sifat munafiq pada anak.

Tentu saja tak ada orang tua yang menginginkan anaknya jadi orang munafiq. Tak ada orang tua -yang sehat- merasa atau mengaku telah mengajari anaknya berdusta, terbiasa mengingkari janji, atau mengkhianati amanah. Tentu saja kita semua tidak merasa telah berbuat seperti itu.

Tetapi kenapa dongeng-dongeng khayali yang kita jejali ke telinga mereka sebagai pengantar tidurnya ? Kenapa kita biarkan mereka membaca cerita-cerita fiktif sejak pertama sekali mereka bisa membaca ? Kenapa sandiwara dan sinetron kita biarkan menjadi konsumsi mereka sehari-hari ? Apalagi kalau disertai harapan dapat mengambil pelajaran atau hikmah darinya -seperti kebanyakan orang yang menganggap film atau sandiwara bisa jadi media da’wah. Bukankah itu semua dusta ? Kalau tidak dusta dari sisi cerita, dusta dari sisi peran. Bagaimana mungkin kita mengajarkan nilai kejujuran lewat cara-cara dusta ?

Selain itu, mungkin kita sering mengingkari apa yang kita janjikan kepada anak kita Beli sepeda baru, berlibur ke rumah nenek, atau tamasya ke pantai, yang berulang kali janji tersebut harus kita perbaharui sambil tak lupa mengumbar macam-macam alasan. Menyuruh anak -berbohong- menjawab telepon atau mengatakan kepada tamu di depan rumah , “Papa tidak ada!“, Atau kita pernah ancam mereka, “Awas, jangan kasih tahu Mama!“

Sungguh ternyata kita sendiri lah yang telah membuat anak-anak terbiasa dengan dusta. Ya, ternyata kita sendiri yang menginginkan -tanpa kita sadari- mereka jadi orang munafiq. Ternyata kita sendiri yang mengajari -tanpa kita sadari- mereka suka mengingkari janji dan mengkhianati amanah.

Maka tindakan yang harus ditempuh untuk mencetak anak-anak yang jujur dan amanah adalah meninggalkan cara-cara atau kebiasaan di atas. Selain itu perlu ditempuh upaya-upaya berupa latihan dan pembiasaan guna menanamkan sifat jujur, menepati janji, dan menjaga amanah. Anak perlu dilatih mengemban amanah-amanah yang mampu ia pertanggungjawabkan. Beri kesempatan mereka berjanji dan ajarkan serta mudahkan agar mereka mampu menunaikannya. Berikan sanksi -walaupun ringan- atas pelanggaran janjinya. Ajarkan mereka bersikap jujur serta ceritakan kepada mereka keutamaan bersikap jujur, tetapi bukan melalui dongeng atau cerita fiktif. Sebab -ingat sekali lagi- mustahil menanamkan kejujuran melalui kedustaan. Sampaikan kepada mereka kisah-kisah orang jujur serta buah dari kejujuran, seperti kisah Ka’ab bin Malik -radhiallahu anhu-.

Ya, sebelum anak terlanjur cerdas, hendaknya kita tanamkan pada diri mereka kecenderungan kepada sifat jujur dan menjaga amanah. Sebab, apalah artinya kecerdasan tanpa kejujuran dan sifat amanah. Bukankah kita tidak menghendaki anak kita menjadi orang yang pandai menipu.

* Biasakan Mereka Bersikap Santun

Manusia adalah makhluq bermasyarakat yang tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Sopan-santun merupakan sifat mulia yang dapat menimbulkan rasa tenang dan hangat di dalam pergaulan bermasyarakat. Juga merupakan di antara sifat-sifat yang disukai ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah berkata kepada Abdul Qais -radhiallahu anhu- :

“إن فيك خصلتين يحبهما الله: الحلم والأناة”.(رواه مسلم)

“Sesungguhnya pada dirimu ada dua sifat yang dicintai ALLAH. Arif dan santun.” (HR; Muslim)

Sopan-santun adalah sifat yang membuat pemiliknya disukai oleh orang lain, yang dengannya orang lain merasa aman dari lisan dan perbuatannya, sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- :

عن عامر قال: سمعت عبد الله بن عمرو يقول:

قال النبي صلى الله عليه وسلم: المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده، (ألبخاري)

“Muslim (-yang sempurna-) adalah yang orang muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (HR: Al Bukhari)

Betapa tidak, dengannya ia akan menjaga lisan dan perbuatannya agar tidak mengganggu atau menyakiti orang lain. Dengannya pula ia bisa menempatkan diri di tengah lingkungannya. Ia mampu bersikap secara tepat di hadapan orang yang lebih tua, orang yang lebih muda, bahkan di hadapan orang-orang selayaknya dia belajar kepadanya. Dan ini merupakan satu di antara tanda-tanda pengikut Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-, sebagaimana sabdanya:

عن عبادة بن الصامت أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:

ليس منا من لم يجل كبيرنا ويرحم صغيرنا ويعرف لعالمنا

Dari Ubadah ibn Ash-Shaamit, bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Tidaklah termasuk umatku, mereka yang tidak hormat kepada orang-orang tua kami, tidak sayang kepada orang-orang muda kami, dan tidak mengakui ulama-ulama kami.” (Mustadrak Al Hakim)

Lebih dari itu, santun juga merupakan wujud dari kelembutan hati pemiliknya. Karena mustahil seseorang memiliki sikap santun jika tidak memiliki kelembutan hati. Kelembutan hati lah yang menyebabkan seseorang senantiasa berhati-hati ketika bersikap di hadapan orang lain. Dan ini merupakan sifat yang disukai ALLAH -Subhaanahu wa ta’alaa- , sebagaimana yang dikatakan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- kepada Aisyah -radhiallahu anha-:

يا عائشة، إن الله رفيق يحب الرفق في الأمر كله ( متفق عليه)

“Ya, Aisyah. Sesungguhnya ALLAH bersifat Lemah-Lembut, menyukai kelemahlembutan di dalam segala perkara.” (Muttafaqun Alaih)

Disebabkan santun dan lemah lembut lah akan terjaga persahabatan, bahkan ukhuwah (persaudaraan) dan terlaksana tolong-menolong -”ta’awun alal birri wat taqwa“- , yang mustahil semua itu terjadi tanpa dilandasi sifat-sifat di atas. Yakni sifat yang dapat memperindah dan mempercantik seseorang. Sifat yang membuat sebuah pribadi laku di dalam pergaulan. Sifat yang dengannya ia tidak hanya memikirkan dirinya semata, bahkan senatiasa berupaya sekuat tenaga memberikan kebaikan kapada saudaranya sebagaimana ia harapkan kebaikan itu juga berlaku baginya. Lebih dari itu, dengan sifat tersebut ia mampu memiliki empati terhadap penderitaan saudaranya. Perhatikanlah sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- di bawah ini:

عن أناس بن مالك عن النبي صلىالله عليه وسلم قال: لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه

“Tidak sempurna iman kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya.” (HR: Al Bukhari – Muslim)

عن النعمان بن بشير. قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :

“مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم، مثل الجسد.

إذا اشتكى منه عضو، تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى”.(رواه مسلم)

Dari An-Nu’man bin Basyir -radhiallahu anhu-, berkata, telah bersabda Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- :“Perumpamaan orang-orang mu’min di dalam cinta kasih sayangnya dan keterikatannya seperti jasad yang satu. Apabila sakit salah satu anggota tubuhnya, maka seluruh tubuhnya ikut merasakan sakitnya dengan panas dan demam.” (HR: Muslim)

Dengan demikian, segala upaya -sarana dan metode apa saja- yang dapat menumbuhkan sifat mulia ini harus ditempuh. Pendidikan sejak dini harus diarahkan untuk menumbuhkan sifat-sifat sopan-santun dan lemah-lembut. Orang tua harus memastikan sifat-sifat ini melekat pada anaknya sebelum anaknya terlanjur cerdas. Do’a, dzikir, shadaqah, menyantuni anak yatim, gotong-royong, atau menolong orang yang kesusahan adalah di antara hal yang dapat melembutkan hati.

Kemudian, hendaknya sejak kecil anak dibimbing bagaimana cara bertutur, duduk, bahkan berjalan di hadapan orang yang lebih tua. Juga bagaimana di hadapan orang yang lebih muda. Kesantunan dan sikap rendah hati mereka juga harus kita perhatikan manakala mereka berjalan dan mengeluarkan suara. Perhatikanlah wasiat Luqman kepada anaknya -sebagaimana yang diabadikan di dalam Al Qur’an- :

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

(Artinya: “Dan sederhanalah di dalam berjalan serta rendahkan suaramu. Karena seburuk-buruk suara adalah suara keledai.”) (Luqman: 19)

Di samping itu, apa saja yang dapat menumbuhkan sifat-sifat sebaliknya, seperti kurang-ajar, tak tahu malu, atau beringas harus dihilangkan dari segala media pendidikan dan pemandangan mereka sehari-hari. Perhatikanlah peringatan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- akan hal ini:

“ياعائشة ارفقي؛ فإِنَّ الرِّفقَ لم يكن في شىء قطُّ إلا زانه، ولا نزع من شىءٍ قطُّ إلاّ شانه”. (ابو داود)

“Ya, A’isyah. Berlemahlembutlah. Karena sesungguhnya tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali ia menjadi penghiasnya. Dan tidaklah kelembutan tercabut dari sesuatu kecuali ia menjadikan sesuatu itu jelek.”

Pada kesempatan lain:

“من يحرم الرفق يحرم الخير (رواه مسلم)

“Siapa yang terhalang untuk bersikap lembut, maka terhalang pula baginya kebaikan.”

Maka untuk itu, jauhkan dari anak penampilan sifat-sifat yang tidak baik, seperti kasar, brutal, sadis, vulgarisme, dan sikap tak punya malu, mulai dari bacaan, tontonan, maupun bentuk-bentuk permainan dan lingkungan pergaulan mereka. Yang kesemua itu lambat laun akan membentuk keperibadiannya. Orang tua harus memastikan tanda-tanda dari sifat-sifat yang tidak baik ini tak ada pada anaknya sebelum anaknya terlanjur cerdas.

Ya, sebelum anak terlanjur cerdas, hendaknya mereka telah terbiasa bersikap santun dan lemah lembut. Sebab apalah artinya kecerdasan jika tidak dibarengi dengan pekerti santun dan lembut hati, bahkan sekalipun anak tersebut jujur. Bukankah kita tak menghendaki mereka menjadi robot; cerdas, jujur, kaku, dingin, dan berpotensi menjadi sadis!!!

* Didik Mereka Untuk Rajin

Rajin merupakan satu sifat yang sangat dipuji dalam Islam. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- di dalam berbagai ungkapan menjelaskan akan keutamaannya . Di antara lain ucapannya -Shallallahu alaihi wa sallam- adalah:

عن أبي هريرة ؛ قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:
“لأن يغدو أحدكم فيحطب على ظهره، فيتصدق به ويستغني به من الناس، خير له من أن يسأل رجلا،

أعطاه أو منعه ذلك. فإن اليد العليا أفضل من اليد السفلى. وابدأ بمن تعول”. (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu-, berkata: Aku telah mendangar Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda: “Sungguh seorang di antara kalian berangkat ke luar mengikat kayu di atas punggungnya dan bersedakah dengannya serta menjaga diri dari manusia itu lebih baik dari pada meminta-minta, diberi ataupun tidak. Karena sesungguhnya tangan yang di atas lebih utama dari pada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari yang menjadi tanggunganmu.” (HR: Muslim)

عن أبي هريرة قال وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: كان داود لا يأكل إلا من عمل يده

“Sesungguhnya Daud -Alaihissalaam- tidak makan kecuali dari hasil karya tangannya” (HR: Bukhari)

Ungkapan di atas -dan masih banyak lagi yang sema’na- menunjukkan betapa sifat rajin sangat ditekankan di dalam Islam. Syari’at diadakan tidak lain untuk memelihara lima hal. Memelihara agama, aqal, kehormatan, darah, dan harta. Dan rajin merupakan di antara sifat yang harus dimiliki demi menjaga kehormatan diri. Dengan sifat rajin pulalah seorang menjadi pribadi yang berguna bagi diri dan sekitarnya, bukan menjadi cela bagi diri dan beban bagi orang di sekitarnya.

Maka hendaknya segala sarana dan metode yang dapat menumbuhkan sifat rajin pada anak harus diupayakan. Melatih anak untuk bangun pagi, merapihkan kamar tidur, membersihkan kamar mandi, menyapu ruangan, teras, dan halaman, semua itu merupakan upaya pertama yang harus dilakukan untuk membiasakan anak bekerja dan menumbuhkan sifat rajin. Ketika sampai usia belajar, maka hendaknya dahulukan mengajar mereka menulis sebelum membaca. Biarkan anak belajar membaca dari apa yang dia tulis, karena menulis itu sifatnya aktif sedang membaca pasif. Perhatikan perkembangan kemampuan psikomotorik-nya untuk mengimbangi kemampuan kognitif-nya. Ajarkan pula mereka, misalnya, terbiasa mengolah barang-barang bekas sebelum mengambil keputusan untuk membeli yang baru.

Sebaliknya, segala penyebab, sarana, dan metode yang dapat menumbuhkan sifat malas pada anak harus ditiadakan atau dijauhkan dari anak. Malas -selain produk sistim sosial- asalnya adalah masalah fisik -seperti terlalu lemahnya tubuh untuk bergerak atau melakukan satu pekerjaan- . Namun jika tidak segera diambil tindakan ia berubah menjadi masalah mental. Karenanya, orang tua harus memperhatikan pertumbuhan fisik anak dan perkembangan motorik atau keterampilannya. Sudahkah gizi yang dibutuhkan bagi pertumbuhannya tercukupi ?Apakah ia terlalu kurus atau gemuk untuk umurnya ? Proporsionalkah berat badan dengan tingginya ? Apakah ia sudah bisa menjaga keseimbangan tubuhnya ? Cukup lincahkah gerakannya ? Bagaimana akurasi gerak atau bidikannya? Bagaimana kecepatan geraknya ? Bagaimana kekuatan tenaganya ? Bagaimana ketahanan tubuhnya, baik ketika menahan beban maupun ketika menahan lelah ? Keseluruhan masalah di atas -meski tidak selalu- sedikit banyak berpengaruh terhadap mentalnya.

Ulangi sering-sering sabda Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- berikut ini:

“المؤمن القوي خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف. وفي كل خير.

احرص على ما ينفعك واستعن بالله. ولا تعجز… (رواه مسلم)

Mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai ALLAH ketimbang mu’min yang lemah. Dan pada seluruhnya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah di dalam hal yang mendatangkan manfa’at bagimu, serta mohonlah pertolongan kepada ALLAH dan jangan merasa lemah…. (HR; Muslim)

Karenanya, segala bentuk kamuflase, dari kemalasan -ngamen misalnya-, atau main kartu, dadu, dan segala bentuk permainan yang menghabiskan waktu tidak boleh kita biarkan dilihat oleh anak kita kecuali kita jelaskan kepada mereka, “Itu orang malas! Itu pekerjaan orang malas !” Karena sesungguhnya, melalui kamufalse kemalasan yang sering mereka lihat lah kemalasan -sadar atau tidak disadari- menemukan pembenaran teorits, bahkan filosofisnya, Dan sifat licik merupakan hasil kombinasi cerdas dengan malas.

Kemudian, jangan dikira bahwa malas itu sekedar masalah mental. Malas juga bisa menjadi masalah keyakinan. Sebagaimana hasad (dengki) mengurangi kesempurnaan iman akan Taqdir, begitu pula dengan malas. Ketahuilah, bahwa sifat rajin akan menumbuhkan optimisme, dan optimisme adalah bagian dari wujud husnudz-dzonn billah (berbaik sangka kepada ALLAH). Maka, sebaliknya, malas akan menumbuhkan pesimisme, dan pesimisme adalah bagian dari wujud su’udz-dzon billah (berburuk sangka kepada ALLAH). Padahal Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- telah berwasiat::

“لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله عز وجل“.

“Jangan kalian mati, kecuali di dalam keadaan berbaik sangka kepada ALLAH.” (HR:Muslim dari Jabir bin Abdillah -radhiallahu anhu-)

Lebih dari itu, malas pulalah di antara -selain ilmu dan keyakinan- yang menyebabkan manusia -karena ingin menempuh jalan pintas- terjerumus ke dalam judi, lottre, bahkan ke dalam berbagai bentuk kesyirikan, seperti meminta kekayaan kepada kuburan, pohon, atau benda mati lainnya.

Ya, sebelum anak terlanjur cerdas, hendaknya mereka sudah terbiasa hidup rajin. Sebab, apalah jadinya jika anak terlanjur cerdas, sementara ia terbiasa dikuasai perasaan malasnya. Bukankah kita tidak menghandaki mereka menjadi orang yang licik.

* Bina Mereka Menjadi Pribadi Yang Kuat

Badan yang kuat lebih berdaya guna ketimbang badan yang lemah. Dengan kekuatan bukan saja seseorang mampu menopang dirinya, bahkan mampu menolong orang lain. Dengan kekuatan seseorang mampu berlari dan melompat. Dengan kekuatan seseorang mampu memanggul beban di punggungnya atau bertahan melawan dorongan arus. Dengan kekuatan pulalah seseorang mampu menghadapi cuaca buruk dan memiliki kekebalan untuk melawan penyakit.

Maka demikian pula jiwa yang kuat. Islam memuji sifat kuat dan mengaitkannya dengan sabar. Kuat, sabar, atau tabah merupakan modal di dalam mengarungi kehidupan -yang memerlukan perjuangan dan penuh dengan cobaan-. Dengannya ia lebih berdaya guna, bermanfaat bagi orang lain, bersemangat dan kreatif, mampu memikul tanggung jawab dan berpendirian, serta mampu beradaptasi dan menetralisir perasaan dirinya. Karenanya, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- mengajari kita memaknai kekuatan dengan kesabaran dan kemampuan mengendalikan hawa nafsu, sebagaimana sabdanya:

عن أبي هريرة رضي الله عنه:أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:

ليس الشديد بالصرعة، إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب.(البخاري)

Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu-, bahwasanya Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda: “Bukanlah yang dikatakan kuat itu jago gulat. Akan tetapi yang dikatakan kuat adalah yang mampu menguasai hawa-nafsunya ketika marah.” (HR: Al Bukhari)

Ya, dengan kesabaran akan lahir berbagai macam kebaikan. Manusia menjadi semakin kuat kemauannya, semakin tegar menghadapi tantangan, serta semakin tenang menghadapi ujian dan cobaan. Maka, upaya dan metode apa saja yang dapat melahirkan serta menumbuhkan kepribadian yang kuat dan sabar harus diciptakan. Perkara kuat dan sabar sudah harus mulai diajarkan ma’nanya dan ditanamkan kepada anak sedini mungkin. Pendidikan harus menjadikannya sebagai program dasar pembinaan sebelum yang lainnya. Perhatikan bagaimana Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- mengajarkan beberapa kalimat kepada Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- , yang ketika itu usianya belum mencapai sepuluh tahun:

“….Ketahuilah. Bahwa seandainya seluruh manusia bersatu ingin memberikan manfa’at kepadamu, mereka tak akan mampu melakukannya lebih dari yang telah ALLAH tetapkan bagimu. Dan seandainya mereka bersatu ingin mencelakakanmu, mereka tak akan mampu melakukannya lebih dari yang telah ALLAH tetapkan atas mu….” (HR: At-Tirmidzi dari Ibnu Abbas -radhiallahu anhu-)

“…Ketahuilah. Bahwa pertolongan ALLAH datang melalui kesabaran, bersama perjuangan ada pengorbanan, dan bersama kesulitan ada kemudahan…”

Sebaliknya, segala sarana dan metode yang akan membentuk kepribadian cengeng, mudah marah, mudah patah semangat, dan mudah putus asa harus dihilangkan dari media pendidikan kita. Karena sesungguhnya seluruh sifat-sifat tersebut bersumber dari yang satu, lemah. Anak yang gampang menangis sebetulnya sama dengan anak yang gampang marah. Kemasannya saja yang berbeda, tetapi hakekatnya sama, lemahnya jiwa. Maka, jangan biarkan anak kita mengkonsumsi hal-hal yang melemahkan jiwanya, berupa sya’ir atau lagu-lagu cengeng, serta novel atau film-film picisan. Jangan biarkan anak terbiasa memanjakan perasaannya.

Ajarkan kepada mereka nilai-nilai kesatriaan, kesabaran dan ketangguhan yang diambil dari kisah para Nabi -alaihimussallam-, para Sahabat Nabi -radhiallahu anhum-, atau para Ulama dan Mujahid -rahimahumullah-, dan jangan sekali-kali lewat dongeng atau cerita fiktif. Jangan berlebihan memberikan perlindungan pada mereka. Biarkan mereka melatih diri menyelesaikan persoalan-persoalan mereka, baik di dalam menghadapi tantangan masalah, maupun terhadap teman-teman sebayanya. Jangan terlalu cepat memenuhi permintaan mereka, seandainya tidak mendesak. Jika mereka minta 10, berikan 5. Jika mereka minta sekarang, berikan nanti. Ajari mereka bersabar manakala tidak terpenuhi permintaannya. Atau masih banyak lagi cara dan kesempatan untuk melatih kesabaran dan kekuatan mereka.

Ya, sebelum anak terlanjur cerdas, hendaknya mereka telah terlatih bersabar serta memiliki jiwa yang kuat. Lemah akan menjadikan mereka mudah dipengaruhi orang serta gampang lari dari tanggung jawab. Apalah artinya kecerdasan jika tidak diiringi sifat kuat dan sabar. Bukankah kita tidak menghendaki anak kita menjadi orang yang pengecut, karena ternyata pengecut itu merupakan kombinasi cerdas dengan lemah.

Ya, apalah artinya cerdas tanpa amanah, santun, rajin, dan kuat. Bukankah kita tak menginginkan anak kita menjadi seorang penipu sadis yang licik lagi pengecut.

sumber : "http://rumahbelajaribnuabbas.wordpress.com

Read More..

Jumat, 19 Juni 2009

Daurah Ilmiah bersama Masyayikh di Bantul (25-27/7/2009)

Alhamdulillah, segala pujian yang sempurna hanyalah milik Allah semata. Shalawat
dan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wassallam, keluarga, sahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti beliau
hingga akhir masa. Pada tahun 1430 H ini, insya Allah akan kembali diselenggarakan
daurah ilmiah bersama para masyayikh Ahlus Sunnah dari Timur Tengah.

Daurah yang kelima ini insya Allah akan menghadirkan
beliau, hafizhahumullahu jami’an :
1. Asy-Syaikh Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdurrahim Al-Bukhari (Saudi Arabia)
2. Asy-Syaikh ‘Abdullah ibn Shalfiq Azh-Dzufairi (Saudi Arabia)
3. Asy-Syaikh ‘Ali ibn Yahya Al-Haddadi (Saudi Arabia)
4. Asy-Syaikh Khalid ibn Dhahwi Azh-Zhafiri (Kuwait)

Tema :
“Jalan Keluar dari Problematika Hidup adalah
Kembali kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, dengan bimbingan para Ulama”

Daurah insya Allah akan dilaksanakan pada:

Kontribusi : GRATIS

Waktu:
Hari Sabtu – Senin, Tanggal 25 – 27 Juli 2009 / 2 - 4 Sya'ban 1430 H
Pukul 09.00 WIB - selesai

Tempat:

Masjid Agung Manunggal, Bantul, DIY **)

Peserta :

Umum (ikhwan/laki-laki)
(Akhwat/ummahat mengikuti lewat link di beberapa tempat *))
Informasi selengkapnya silakan menghubungi panitia sbb :
Alamat : Jl Godean Km 5, Gg Kenanga 26B, Patran RT 1/RW 1, Banyuraden, Gamping, Sleman, DIY
Email : redaksi @ majalahsyariah.com
(Dapatkan info otomatis, kirim email kosong ke alamat daurah @ salafy.or.id)
Telpon : +62.81328022770 +62.274.626439

>>> Diharapkan menyebarkan informasi ini secara luas dengan alamat halaman situs ini http://daurah.salafy.or.id. Apabila ada perubahan, insya Allah akan diinformasikan lewat situs ini atau majalah Asy Syariah. Update terakhir 19 Juni 2009 pukul 07.23 WIB <<<

*** Insya Allah disiarkan lewat Paltalk, room Religion & Spirituality - Islam - Salafiyyin, nick name salafiyyin *** [Petunjuk pemakaian Paltalk, simak di www.salafy.or.id/upload/paltalk.zip ]

Jazakumullah khairan atas perhatian ikhwah semua.

Ttd

Panitia Pelaksana Daurah Ilmiah Ahlus Sunnah

Artikel terkait :
1. Biografi Asy Syaikh Ali bin Yahya Al Haddadi
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1462

2. Biografi Asy Syaikh Abdullah Al Bukhari hafidhahullah
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1463

3. Faidah dan Manfaat Daurah Nasional bersama Ulama
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1465

4. Daurah Khusus Asatidzah Bersama Masyayikh
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1466

5. Syaikh Abdullah Shalfiq : Perjalananku ke Indonesia
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1467

Catatan :
*) Telelink untuk peserta wanita (ummahat/akhwat), insya Allah di
• Tarbiyatul Aulad Ibnu Taimiyyah, Jl. Palagan Tentara Pelajar, Sedan, alamat no 99 C RT 06/34, Dn Sedan, Ds. Sariharjo, Kec. Ngaglik, Sleman 55582
• TK/Ma’had Ar-Ridho Putra, Jalan Parang Tritis Km 6, RT 6, RW 46, Dn Dagaran, Kel Bangunrejo, Kec. Sewon, Bantul
• TK Ar-Ridho Putri, Glagah Sari UH IV/ 538 RT 21/ RW 05 Kelurahan Warung Boto, Jogjakarta 55164

**)
Rute menuju lokasi
1. Rute menuju lokasi dari Jakarta, Semarang, Surabaya, Solo via pesawat :
a. Menuju Bandara Adisutjipto, Jogjakarta
b. Naik taksi/ojek/kendaraan ke terminal Giwangan, Jogjakarta
c. Ikuti rute menuju lokasi Jogjakarta no 6

2. Rute menuju lokasi dari Jakarta, Surabaya, Solo via bus :
a. Turun di terminal Giwangan, Jogjakarta
b. Ikuti rute menuju lokasi Jogjakarta
no 6

3. Rute menuju lokasi dari Semarang via bus :
a. Turun di terminal Jombor, naik bus kota jurusan terminal Giwangan, Jogjakarta
b. Ikuti rute menuju lokasi Jogjakarta no 6

4. Rute menuju lokasi dari Jakarta, Semarang, Surabaya, Solo via kereta api :
a. Menuju stasiun Tugu/Lempuyangan, Jogjakarta
b. Naik bus kota menuju terminal Giwangan, Jogjakarta
c. Ikuti rute menuju lokasi Jogjakarta no 6

5. Rute menuju lokasi dari Jakarta, Semarang, Surabaya, Solo via kendaraan
pribadi :
a. Dari Jakarta, Purwokerto, Cilacap, Semarang, Surabaya, menuju Jogjakarta, setelah masuk Jogjakarta, temukan plang ke kota Bantul yang ada di Jl. Ringroad Selatan, perempatan Dongkelan.
b. Lantas arahkan kendaraan ke selatan masuk Jalan Bantul untuk menuju ke kota Bantul, sampai gapura kota Bantul. Ikuti jalan sampai perempatan pertama (Klodran). Lokasi masjid Agung Manunggal, Bantul dari utara di sebelah kanan

6. Rute menuju lokasi dari sekitar Jogjakarta :
a. Dari terminal Jombor/halte Trans Jogja, ke terminal Giwangan Jogjakarta, naik bus Koperasi Abadi jurusan Bantul turun di perempatan Klodran (Masjid Agung Bantul)
b. Dari terminal Giwangan Jogjakarta, naik bus Koperasi Abadi jurusan Bantul turun di perempatan Klodran (Masjid Agung Bantul)
c. Dari arah Semarang turun di perempatan Dongkelan (Jl. Ringroad Selatan), naik bus Koperasi Abadi turun di perempatan Klodran (Masjid Agung Bantul)


Read More..

Kamis, 11 Juni 2009

Meja Belajar Buat Azzam




Senin 8 Juni 2009, hari yang mendung dan enak buat jalan-jalan. Hari itu jadi kepikiran buat beliin meja belajar buat ade secara ade udah suka menggambar. Alhamdulillah ya nak ummi baru saja dapat tambahan rejeki dan insyaAlloh halal kok, jadi sebagian dianggarkan buat beli meja belajar buat ade. Setelah searching2 di internet akhirnya dapat referensi meja belajar claris. Setelah mengantri buat absen cauw kita berangkat ke Carrefour ITC, setelah disana ternyata ada 2 pilihan merk c dan apa gt, setelah berpikir masalah harga dan kualitas akhirnya kuputuskan memilih yg bukan claris karena lebih murah dan kualitasnya jg sama. Perbedaannya cuma dia polos dan tidak bermotif ( lebih baik polos ga ada gambar2 makhluknya..serem) dan toh nantinya bakal kucel dan jd seperti barang rongsokan..hehehe, maklum namanya jg anak kecil segala mainannya di oprek2 ga karu2an dan endingnya spt rongsokan. Dan memang bener baru sehari umur meja itu, sudah jadi tempat curahan imanijasi ade, bukannya di kertasnya tp di mejanya. Waduh2 ade..yo wis lah biarin aja ntar jg bisa dicuci (mudah2an). Tapi seneng juga lihat ade coret2 ga karu2an dan ga berbentuk bearti ade udah bisa berkembang imajinasinya. Dan sekarang ade udah bisa minta menggambar dan minta ditemenin..hihihi..lucunya anakku. Ummi akan selalu sayang sama kamu nak dan insyaAlloh suatu saat nanti akan mengganti waktu yg hilang diantara kita..T_T


Read More..

Rabu, 03 Juni 2009

Pupuk Kujang Cikampek

Sudah lama tidak menulis di blog ku ini. Aku mau cerita liburan kemarin pas long weekend kemaren, bagi kita long weekend soalnya si Aa cuti sedang aku ijin aja ah,dieman cutinya. Liburan di Bandung kemaren asyik juga soalnya lg pada ngumpul keluarga Aa, bapak mertua baru aja pulang dari Jepang..heuheuheu..asyik dapat oleh2 dari Jepang euy. Terus si tante lagi berkunjung ke Indonesia sama si Rejeki dede tomat. Subhanallah lucu sekali dan bongsor sekali si tomat ini, secara bocah blaster bule jadi ya bongsor. si tomat ini demen banget sama si ade azzam. si ade selalu di panggil baby sama si tomat. bawaannya si tomat nyiumin ade melulu. Lama-lama ade jadi takut. Trus klo pas main bareng gawat deh klo tidak ditungguin, bisa-bisa si ade kepental2,kesruduk sama si tomat..hehehe..maklum badannya itu lho ngalor karo ngidul. bisa-bisa si ade kegencet melulu. kalau ngomong sama si tomat pake bahasa planet aja lah, soalnya kita2 mah ga ngerti bahasane wong londo..bahasa belanda. Alhamdulillah di Bandung masih sempat ngaji di LIPI tapi qodarulloh saat kesana Ustd.nya lagi berhalangan jadi belum bisa ngisi kajiannya. Nah sebelum pulang ke Jakarta (hohoho..kota impianku) kita mampir dulu ke Cikampek (PT Pupuk Kujang Cikampek) rumah dinas bapak. Begitu nyampe disana terasa udara sejuk menyapa kita..nyes rasanya. Karena sudah lama kita tidak berkunjung ke tempat ini. Tempat ini banyak sekali kenangannya terutama buat Aa, karena di tempat ini lah Aa dibesarkan.Lahir di Bandung tapi dibesarkan di Cikampek sampai SMP. Jadi masa2 kecil Aa itu ya disini. Di tempat ini pula kita sering berlibur, dulu sewaktu pengantin baru..hihihi..kita sering berlibur ke tempat ini (anggap saja bulan madu...).Nah masjid di sini ini tempat favorit kita. Nih fotonya..

Tempatnya bersih bagus masjidnya gede. Terus banyak jajanannya lho, enak2 lagi makanannya. Favorit kita yaitu sate maranggi..mak nyus..uenakk tenan. Dagingnya empuk,rasanya manis, ga ada duanya deh..nyam..nyam..Aqiqahan si ade juga disini, pertama kali ade nyebur ke kolam renang juga disini..huhuhu..banyak sekali kenangannya. Hiks.hiks..sedih rasanya klo sudah tidak bisa ke sana lagi. Kapan ya ke Cikampek lagi..??


Read More..

Selasa, 02 Juni 2009

Sepuluh Wasiat untuk Istri yang Mendambakan “Keluarga Bahagia tanpa Problema” Senin, 25-Mei-2009, Penulis: Mazin bin Abdul Karim Al Farih

Berikut ini sepuluh wasiat untuk wanita, untuk istri, untuk ibu rumah tangga dan ibunya anak-anak yang ingin menjadikan rumahnya sebagai pondok yang tenang dan tempat nan aman yang dipenuhi cinta dan kasih sayang, ketenangan dan kelembutan.



Wahai wanita mukminah!



Sepuluh wasiat ini aku persembahkan untukmu, yang dengannya engkau membuat ridla Tuhanmu, engau dapat membahagiakan suamimu dan engkau dapat menjaga tahtamu.

Wasiat Pertama: Takwa kepada Allah dan menjauhi maksiat



Bila engkau ingin kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada Allah!!



Sesungguhnya kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncangkan kerajaan. Maka janganlah engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat maksiat kepada Allah dan jangan engkau seperti Fulanah yang telah bermaksiat kepada Allah… Maka ia berkata dengan menyesal penuh tangis setelah dicerai oleh sang suami: "Ketaatan menyatukan kami dan maksiat menceraikan kami…"



Wahai hamba Allah… Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu dan menjaga untukmu suamimu dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan mengumpulkan hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan mengoyak hati dan mencerai-beraikan keutuhannya.



Karena itulah, salah seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap keras dan berpaling dari suaminya, ia berkata "Aku mohon ampun kepada Allah… itu terjadi karena perbuatan tanganku (kesalahanku)…"



Maka hati-hatilah wahai saudariku muslimah dari berbuat maksiat, khususnya:



- Meninggalkan shalat atau mengakhirkannya atau menunaikannya dengan cara yang tidak benar. Duduk di majlis ghibah dan namimah, berbuat riya’ dan sum’ah.



- Menjelekkan dan mengejek orang lain. Allah berfirman:



"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan janganlah wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan)." (Al Hujuraat: 11)



- Keluar menuju pasar tanpa kepentingan yang sangat mendesak dan tanpa didampingi mahram. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



أَحَبُّ الْبِلادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهُمْ وَأَبْغَضَ الْبِلادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهُمْ



"Negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya."1



- Mendidik anak dengan pendidikan barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada para pembantu dan pendidik-pendidik yang kafir.



- Meniru wanita-wanita kafir. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ



"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka."2



- Menyaksikan film-film porno dan mendengarkan nyanyian.



- Membaca majalah-majalah lawakan/humor.



- Membiarkan sopir dan pembantu masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan mendesak.



- Membiarkan suami dalam kemaksiatannya.3



- Bersahabat dengan wanita-wantia fajir dan fasik. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ



"Seseorang itu menurut agama temannya."4



- Tabarruj (pamer kecantikan) dan sufur (membuka wajah)



Wasiat kedua: Berupaya mengenal dan memahami suami



Hendaknya seorang istri berupaya memahami suaminya. Ia tahu apa yang disukai suami maka ia berusaha memenuhinya. Dan ia tahu apa yang dibenci suami maka ia berupaya untuk menjauhinya, dengan catatan selama tidak dalam perkara maksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al Khaliq (Allah Ta`ala). Berikut ini dengarkanlah kisah seorang istri yang bijaksana yang berupaya memahami suaminya.



Berkata sang suami kepada temannya: "Selama dua puluh tahun hidup bersama belum pernah aku melihat dari istriku perkara yang dapat membuatku marah."



Maka berkata temannya dengan heran: "Bagaimana hal itu bisa terjadi."



Berkata sang suami: "Pada malam pertama aku masuk menemui istriku, aku mendekat padanya dan aku hendak menggapainya dengan tanganku, maka ia berkata: ‘Jangan tergesa-gesa wahai Abu Umayyah.’ Lalu ia berkata: ‘Segala puji bagi Allah dan shalawat atas Rasulullah… Aku adalah wanita asing, aku tidak tahu tentang akhlakmu, maka terangkanlah kepadaku apa yang engkau sukai niscaya aku akan melakukannya dan apa yang engkau tidak sukai niscaya aku akan meninggalkannya.’ Kemudian ia berkata: ‘Aku ucapkan perkataaan ini dan aku mohon ampun kepada Allah untuk diriku dan dirimu.’"



Berkata sang suami kepada temannya: "Demi Allah, ia mengharuskan aku untuk berkhutbah pada kesempatan tersebut. Maka aku katakan: ‘Segala puji bagi Allah dan aku mengucapkan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya. Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang bila engkau tetap berpegang padanya, maka itu adalah kebahagiaan untukmu dan jika engkau tinggalkan (tidak melaksanakannya) jadilah itu sebagai bukti untuk menyalahkanmu. Aku menyukai ini dan itu, dan aku benci ini dan itu. Apa yang engkau lihat dari kebaikan maka sebarkanlah dan apa yang engkau lihat dari kejelekkan tutupilah.’ Istri berkata: ‘Apakah engkau suka bila aku mengunjungi keluargaku?’ Aku menjawab: ‘Aku tidak suka kerabat istriku bosan terhadapku’ (yakni si suami tidak menginginkan istrinya sering berkunjung). Ia berkata lagi: ‘Siapa di antara tetanggamu yang engkau suka untuk masuk ke rumahmu maka aku akan izinkan ia masuk? Dan siapa yang engkau tidak sukai maka akupun tidak menyukainya?’ Aku katakan: ‘Bani Fulan adalah kaum yang shaleh dan Bani Fulan adalah kaum yang jelek.’"



Berkata sang suami kepada temannya: "Lalu aku melewati malam yang paling indah bersamanya. Dan aku hidup bersamanya selama setahun dalam keadaan tidak pernah aku melihat kecuali apa yang aku sukai. Suatu ketika di permulaan tahun, tatkala aku pulang dari tempat kerjaku, aku dapatkan ibu mertuaku ada di rumahku. Lalu ibu mertuaku berkata kepadaku: ‘Bagaimana pendapatmu tentang istrimu?’"



Aku jawab: "Ia sebaik-baik istri."



Ibu mertuaku berkata: "Wahai Abu Umayyah.. Demi Allah, tidak ada yang dimiliki para suami di rumah-rumah mereka yang lebih jelek daripada istri penentang (lancang). Maka didiklah dan perbaikilah akhlaknya sesuai dengan kehendakmu."



Berkata sang suami: "Maka ia tinggal bersamaku selama dua puluh tahun, belum pernah aku mengingkari perbuatannya sedikitpun kecuali sekali, itupun karena aku berbuat dhalim padanya."5



Alangkah bahagia kehidupannya…! Demi Allah, aku tidak tahu apakah kekagumanku tertuju pada istri tersebut dan kecerdasan yang dimilikinya? Ataukah tertuju pada sang ibu dan pendidikan yang diberikan untuk putrinya? Ataukah terhadap sang suami dan hikmah yang dimilikinya? Itu adalah keutamaan Allah yang diberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.



Wasiat ketiga: Ketaatan yang nyata kepada suami dan bergaul dengan baik



Sesungguhnya hak suami atas istrinya itu besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



لَوْ كُنْتُ آمِرَا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا



"Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya."6



Hak suami yang pertama adalah ditaati dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan baik dalam bergaul dengannya serta tidak mendurhakainya. Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:



إِثْنَانِ لا تُجَاوِزُ صَلاتُهُمَا رُؤُوْسُهُمَا: عَبْدٌ آبَق مِنْ مَوَالِيْهِ حَتَّى يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ



"Dua golongan yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu budak yang lari dari tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia kembali."7



Karena itulah Aisyah Ummul Mukminin berkata dalam memberi nasehat kepada para wanita: "Wahai sekalian wanita, seandainya kalian mengetahui hak suami-suami kalian atas diri kalian niscaya akan ada seorang wanita di antara kalian yang mengusap debu dari kedua kaki suaminya dengan pipinya."8



Engkau termasuk sebaik-baik wanita!!



Dengan ketaatanmu kepada suamimu dan baiknya pergaulanmu terhadapnya, engkau akan menjadi sebaik-baik wanita, dengan izin Allah. Pernah ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: "Wanita bagaimanakah yang terbaik?" Beliau menjawab:



اَلَّتِى تَسِرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلا تُخَالِفُهُ فِيْ نَفْسِهَا وَلا مَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ



"Yang menyenangkan suami ketika dipandang, taat kepada suami jika diperintah dan ia tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya dengan yang tidak disukai suaminya." (Isnadnya hasan)



Ketahuilah, engkau termasuk penduduk surga dengan izin Allah, jika engkau bertakwa kepada Allah dan taat kepada suamimu, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:



اَلْمَرْأَةُ إِذَا صَلَّتْ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَأَحْصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، فَلْتَدْخُلُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ



"Bila seorang wanita shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadlan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan."9



Wasiat keempat: Bersikap qana’ah (merasa cukup)



Kami menginginkan wanita muslimah ridla dengan apa yang diberikan (suami) untuknya baik itu sedikit ataupun banyak. Maka janganlah ia menuntut di luar kesanggupan suaminya atau meminta sesuatu yang tidak perlu. Dalam riwayat disebutkan "Wanita yang paling besar barakahnya." Wahai siapa gerangan wanita itu?! Apakah dia yang menghambur-hamburkan harta menuruti selera syahwatnya dan mengenyangkan keinginannya? Ataukah dia yang biasa mengenakan pakaian termahal walau suaminya harus berhutang kepada teman-temannya untuk membayar harganya?! Sekali-kali tidak… demi Allah, namun (mereka adalah):



أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةٌ، أَيْسَرُّهُنَّ مُؤْنَةً



"Wanita yang paling besar barakahnya adalah yang paling ringan maharnya."10



Renungkanlah wahai suadariku muslimah adabnya wanita salaf radliallahu ‘anhunna… Salah seorang dari mereka bila suaminya hendak keluar rumah ia mewasiatkan satu wasiat padanya. Apa wasiatnya? Ia berkata kepada sang suami: "Hati-hatilah engkau wahai suamiku dari penghasilan yang haram, karena kami bisa bersabar dari rasa lapar namun kami tidak bisa sabar dari api neraka…"



Adapun sebagian wanita kita pada hari ini apa yang mereka wasiatkan kepada suaminya jika hendak keluar rumah?! Tak perlu pertanyaan ini dijawab karena aku yakin engkau lebih tahu jawabannya dari pada diriku.



Wasiat kelima: Baik dalam mengatur urusan rumah, seperti mendidik anak-anak dan tidak menyerahkannya pada pembantu, menjaga kebersihan rumah dan menatanya dengan baik dan menyiapkan makan pada waktunya. Termasuk pengaturan yang baik adalah istri membelanjakan harta suaminya pada tempatnya (dengan baik), maka ia tidak berlebih-lebihan dalam perhiasan dan alat-alat kecantikan.



Renungkanlah semoga Allah menjagamu, kisah seorang wanita, istri seorang tukang kayu… Ia bercerita: "Jika suamiku keluar mencari kayu (mengumpulkan kayu dari gunung) aku ikut merasakan kesulitan yang ia temui dalam mencari rezki, dan aku turut merasakan hausnya yang sangat di gunung hingga hampir-hampir tenggorokanku terbakar. Maka aku persiapkan untuknya air yang dingin hingga ia dapat meminumnya jika ia datang. Aku menata dan merapikan barang-barangku (perabot rumah tangga) dan aku persiapkan hidangan makan untuknya. Kemudian aku berdiri menantinya dengan mengenakan pakaianku yang paling bagus. Ketika ia masuk ke dalam rumah, aku menyambutnya sebagaimana pengantin menyambut kekasihnya yang dicintai, dalam keadaan aku pasrahkan diriku padanya… Jika ia ingin beristirahat maka aku membantunya dan jika ia menginginkan diriku aku pun berada di antara kedua tangannya seperti anak perempuan kecil yang dimainkan oleh ayahnya."



Wasiat keenam: Baik dalam bergaul dengan keluarga suami dan kerabat-kerabatnya, khususnya dengan ibu suami sebagai orang yang paling dekat dengannya. Wajib bagimu untuk menampakkan kecintaan kepadanya, bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat, bersabar atas kekeliruannya dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama tidak bermaksiat kepada Allah semampumu.



Berapa banyak rumah tangga yang masuk padanya pertikaian dan perselisihan disebabkan buruknya sikap istri terhadap ibu suaminya dan tidak adanya perhatian akan haknya. Ingatlah wahai hamba Allah, sesungguhnya yang bergadang dan memelihara pria yang sekarang menjadi suamimu adalah ibu ini, maka jagalah dia atas kesungguhannya dan hargailah apa yang telah dilakukannya. Semoga Allah menjaga dan memeliharamu. Maka adakah balasan bagi kebaikan selain kebaikan?



Wasiat ketujuh: Menyertai suami dalam perasaannya dan turut merasakan duka cita dan kesedihannya.



Jika engkau ingin hidup dalam hati suamimu maka sertailah dia dalam duka cita dan kesedihannya. Aku ingin mengingatkan engkau dengan seorang wanita yang terus hidup dalam hati suaminya sampaipun ia telah meninggal dunia. Tahun-tahun yang terus berganti tidak dapat mengikis kecintaan sang suami padanya dan panjangnya masa tidak dapat menghapus kenangan bersamanya di hati suami. Bahkan ia terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi. Sang suami terus mencintainya dengan kecintaan yang mendatangkan rasa cemburu dari istri yang lain, yang dinikahi sepeninggalnya. Suatu hari istri yang lain itu (yakni Aisyah radliallahu ‘anha) berkata:



مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ؟ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ هَلَكَتْ قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي، لَمَّا كُنْتُ أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا



"Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal ia meninggal sebelum beliau menikahiku, mana kala aku mendengar beliau selalu menyebutnya."11



Dalam riwayat lain:



مَا غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ وَمَا رَأَيْتُهَا وَلَكِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا



"Aku tidak pernah cemburu kepada seorangpun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak menyebutnya."12



Suatu kali Aisyah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau menyebut Khadijah:



كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلا خَدِيْجَةُ فَيَقُولُ لَهَا إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ



"Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah?!" Maka beliau berkata kepada Aisyah: ‘Khadijah itu begini dan begini.’"13



Dalam riwayat Ahmad pada Musnadnya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "begini dan begini" (dalam hadits diatas) adalah sabda beliau:



آمَنَتْبِي حِيْنَ كَفَرَ النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْكَذَّبَنِي النَّاسُ رَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْحَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللهُ مِنْهَا الوَلَد



"Ia beriman kepadaku ketika semua orang kufur, ia membenarkan aku ketika semua orang mendustakanku, ia melapangkan aku dengan hartanya ketika semua orang meng-haramkan (menghalangi) aku dan Allah memberiku rezki berupa anak darinya."14



Dialah Khadijah yang seorangpun tak akan lupa bagaimana ia mengokohkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi dorongan kepada beliau. Dan ia menyerahkan semua yang dimilikinya di bawah pengaturan beliau dalam rangka menyampaikan agama Allah kepada seluruh alam.



Seorangpun tidak akan lupa perkataannya yang masyhur yang menjadikan Nabi merasakan tenang setelah terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada kali yang pertama:



وَاللهُ لا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ



"Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau menyambung silaturahmi, menanggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran."15



Jadilah engkau wahai saudari muslimah seperi Khadijah, semoga Allah meridhainya dan meridlai kita semua.



Wasiat kedelapan: Bersyukur (berterima kasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan keutamaanya.



Siapa yang tidak tahu berterimakasih kepada manusia, ia tidak akan dapat bersyukur kepada Allah. Maka janganlah meniru wanita yang jika suaminya berbuat kebaikan padanya sepanjang masa (tahun), kemudian ia melihat sedikit kesalahan dari suaminya, ia berkata: "Aku sama sekali tidak melihat kebaikan darimu…" Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:



يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ اَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَمْ ذَلِكَ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ



"Wahai sekalian wanita bersedekahlah karena aku melihat mayoritas penduduk nereka adalah kalian." Maka mereka (para wanita) berkata: "Ya Rasulullah kepada demikian?" Beliau menjawab: "Karena kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami."16



Mengkufuri kebikan suami adalah menentang keutamaan suami dan tidak menunaikan haknya.



Wahai istri yang mulia! Rasa terima kasih pada suami dapat engkau tunjukkan dengan senyuman manis di wajahmu yang menimbulkan kesan di hatinya, hingga terasa ringan baginya kesulitan yang dijumpai dalam pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan dengan kata-kata cinta yang memikat yang dapat menyegarkan kembali cintamu dalam hatinya. Atau memaafkan kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan hakmu. Namun di mana bandingan kesalahan itu dengan lautan keutamaan dan kebaikannya padamu.



Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



لا يَنْظُرُ اللهَ إِلَى امْرَأَةٍ لا تَشْكُرُ زَوْجَهَا وَهِيَ لا تَسْتَغْنِيَ عَنْهُ



"Allah tidak akan melihat kepada istri yang tidak tahu bersyukur kepada suaminya dan ia tidak merasa cukup darinya."17



Wasiat kesembilan: Menyimpan rahasia suami dan menutupi kekurangannya (aibnya).



Istri adalah tempat rahasia suami dan orang yang paling dekat dengannya serta paling tahu kekhususannya (yang paling pribadi dari diri suami). Bila menyebarkan rahasia merupakan sifat yang tercela untuk dilakukan oleh siapa pun maka dari sisi istri lebih besar dan lebih jelek lagi.



Sesungguhnya majelis sebagian wanita tidak luput dari membuka dan menyebarkan aib-aib suami atau sebagian rahasianya. Ini merupakan bahaya besar dan dosa yang besar. Karena itulah ketika salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebarkan satu rahasia beliau, datang hukuman keras, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersumpah untuk tidak mendekati isti tersebut selama satu bulan penuh.



Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya berkenaan dengan peristiwa tersebut.



وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ



"Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya suatu peristiwa. Maka tatkala si istri menceritakan peristiwa itu (kepada yang lain), dan Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepada beliau) dan menyembunyikan sebagian yang lain." (At Tahriim: 3)



Suatu ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam mengunjungi putranya Ismail, namun beliau tidak mejumpainya. Maka beliau tanyakan kepada istri putranya, wanita itu menjawab: "Dia keluar mencari nafkah untuk kami." Kemudian Ibrahim bertanya lagi tentang kehidupan dan keadaan mereka. Wanita itu menjawab dengan mengeluh kepada Ibrahim: "Kami adalah manusia, kami dalam kesempitan dan kesulitan." Ibrahim ‘Alaihis Salam berkata: "Jika datang suamimu, sampaikanlah salamku padanya dan katakanlah kepadanya agar ia mengganti ambang pintunya." Maka ketika Ismail datang, istrinya menceritakan apa yang terjadi. Mendengar hal itu, Ismail berkata: "Itu ayahku, dan ia memerintahkan aku untuk menceraikanmu. Kembalilah kepada keluargamu." Maka Ismail menceraikan istrinya. (Riwayat Bukhari)



Ibrahim ‘Alaihis Salam memandang bahwa wanita yang membuka rahasia suaminya dan mengeluhkan suaminya dengan kesialan, tidak pantas untuk menjadi istri Nabi maka beliau memerintahkan putranya untuk menceraikan istrinya.



Oleh karena itu, wahai saudariku muslimah, simpanlah rahasia-rahasia suamimu, tutuplah aibnya dan jangan engkau tampakkan kecuali karena maslahat yang syar’i seperti mengadukan perbuatan dhalim kepada Hakim atau Mufti (ahli fatwa) atau orang yang engkau harapkan nasehatnya. Sebagimana yang dilakukan Hindun radliallahu ‘anha di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hindun berkata: "Abu Sufyan adalah pria yang kikir, ia tidak memberiku apa yang mencukupiku dan anak-anakku. Apakah boleh aku mengambil dari hartanya tanpa izinnya?!"



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan cara yang ma`ruf."



Cukup bagimu wahai saudariku muslimah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:



إِنَّ مِنْ شَرِ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرُّ صَاحِبَهُ



"Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek kedudukan manusia pada hari kiamat di sisi Allah adalah pria yang bersetubuh dengan istrinya dan istri yang bersetubuh dengan suaminya, kemudian salah seorang dari keduanya menyebarkan rahasia pasanannya."18



Wasiat terakhir: Kecerdasan dan kecerdikan serta berhati-hati dari kesalahan-kesalahan.



- Termasuk kesalahan adalah: Seorang istri menceritakan dan menggambarkan kecantikan sebagian wanita yang dikenalnya kepada suaminya, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang yang demikian itu dengan sabdanya:



لا تُبَاشِرُ مَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا



"Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu ia mensifatkan wanita itu kepada suaminya sehingga seakan-akan suaminya melihatnya."19



Tahukah engkau mengapa hal itu dilarang?!



- Termasuk kesalahan adalah apa yang dilakukan sebagian besar istri ketika suaminya baru kembali dari bekerja. Belum lagi si suami duduk dengan enak, ia sudah mengingatkannya tentang kebutuhan rumah, tagihan, tunggakan-tunggakan dan uang jajan anak-anak. Dan biasanya suami tidak menolak pembicaraan seperti ini, akan tetapi seharusnyalah seorang istri memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya.



- Termasuk kesalahan adalah memakai pakaian yang paling bagus dan berhias dengan hiasan yang paling bagus ketika keluar rumah. Adapun di hadapan suami, tidak ada kecantikan dan tidak ada perhiasan.



Dan masih banyak lagi kesalahan lain yang menjadi batu sandungan (penghalang) bagi suami untuk menikmati kesenangan dengan istrinya. Istri yang cerdas adalah yang menjauhi semua kesalahan itu.



Footnote:



1Riwayat Muslim dalam Al-Masajid: (bab Fadlul Julus fil Mushallahu ba’dash Shubhi wa Fadlul Masajid)
2Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albany, lihat "Irwaul Ghalil", no. 1269 dan "Shahihul Jami’" no. 6149
3Lihat kitab "Kaif Taksabina Zaujak?!" oleh Syaikh Ibrahim bin Shaleh Al Mahmud, hal. 13
4Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan gharib. Berkata Al Albany: "Hadits ini sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi." Lihat takhrij "Misykatul Masabih" no. 5019
5Al Masyakil Az Zaujiyyah wa Hululuha fi Dlaw`il Kitab wa Sunnah wal Ma’ariful Haditsiyah oleh Muhammad Utsman Al Khasyat, hal. 28-29
6Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan Al Albany, lihat "Shahihul Jami`us Shaghir" no. 5294
7Riwayat Thabrani dan Hakim dalam "Mustadrak"nya, dishahihkan Al Albany hafidhahullah sebagaimana dalam "Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah" no. 288
8Lihat kitab "Al Kabair" oleh Imam Dzahabi hal. 173, cetakan Darun Nadwah Al Jadidah
9Riwayat Ibnu Nuaim dalam "Al Hilyah". Berkata Syaikh Al Albany: "Hadits ini memiliki penguat yang menaikkannya ke derajat hasan atau shahih." Lihat "Misykatul Mashabih" no. 3254
10Hadits lemah, diriwayatkan Hakim dan dishahihkannya dan disepakati Dzahabi. Namun Al Albany mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Illatnya pada Ibnu Sukhairah dan pembicaraaan tentangnya disebutkan secara panjang lebar pada tempatnya, lihatlah dalam "Silsilah Al Ahadits Ad Dlaifah" no. 1117
11Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab "Manaqibul Anshar", bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
12Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab "Manaqibul Anshar", bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
13Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab "Manaqibul Anshar", bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
14Diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya 6/118 no. 24908. Aku katakan: Al Hafidh Ibnu Hajar membawakan riwayat ini dalam "Fathul Bari", ia berkata: "Dalam riwayat Ahmad dari hadits Masruq dari Aisyah." Dan ia menyebutkannya, kemudian mendiamkannya. Di tempat lain (juz 7/138), ia berkata: "Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani." Kemudian membawakan hadits tersebut. Berkata Syaikh kami Abdullah Al Hakami hafidhahullah: "Mungkin sebab diamnya Al Hafidh rahimahullah karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Mujalid bin Said Al Hamdani. Dalam "At Taqrib" hal. 520, Al Hafidh berkata: "Ia tidak kuat dan berubah hapalannya pada akhir umurnya." Al Haitsami bersikap tasahul (bermudah-mudah) dalam menghasankan hadits ini, beliau berkata dalam Al Majma’ (9/224): "Diriwayatkan Ahmad dan isnadnya hasan."
15Muttafaq alaihi, diriwayatkan Bukhari dalam "Kitab Bad’il Wahyi" dan Muslim dalam "Kitabul Iman"
16Diriwayatkan Bukhari dalam "Kitab Al Haidl", (bab Tarkul Haidl Ash Shaum) dan diriwayatkan Muslim dalam "Kitabul Iman" (bab Nuqshanul Iman binuqshanith Thaat)
17Diriwayatkan Nasa’i dalam "Isyratun Nisa’" dengan isnad yang shahih.
18Diriwayatkan Muslim dalam "An Nikah" (bab Tahrim Ifsya’i Sirril Mar’ah).
19Diriwayatkan Bukhari dalam "An Nikah" (bab Laa Tubasyir Al Mar’atul Mar’ah). Berkata sebagian ulama: "Hikmah dari larangan itu adalah kekhawatiran kagumnya orang yang diceritakan terhadap wanita yang sedang digambarkan, maka hatinya tergantung dengannya (menerawang membayangkannya) sehingga ia jatuh kedalam fitnah. Terkadang yang menceritakan itu adalah istrinya -sebagaimana dalam hadits dia atas- maka bisa jadi hal itu mengantarkan pada perceraiannya. Menceritakan kebagusan wanita lain kepada suami mengandung kerusakan-kerusakan yang tidak terpuji akibatnya.



(Sumber: الأسرة بلا مشاكل karya Mazin bin Abdul Karim Al Farih. Edisi Indonesia: Rumah Tangga Tanpa Problema; bab Sepuluh Wasiat untuk Istri yang Mendambakan "Keluarga Bahagia tanpa Problema", hal. 59-82. Penerjemah: Ummu Ishâq Zulfâ bintu Husein. Editor: Abû ‘Umar ‘Ubadah. Penerbit: Pustaka Al-Haura’, cet. ke-2, Jumadits Tsani 1424H, dicopy dari http://akhwat.web.id)


Read More..